Penulis : Muhammad Syamsul WA (Guru Penggerak Angkatan 4)
"Jika ikan hanya dinilai dari cara terbangnya, maka selamanya ikan akan dianggap bodoh"
(Albert Einstein)
Mari Simak Video berikut terlebih dahulu
Pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) Menjadi
Landasan Transformasi Pendidikan Indonesia
Pengajaran menurut
KHD merupakan salah satu bagian dari
Pendidikan. Maksudnya, pengajaran itu tidak lain adalah Pendidikan dengan cara
memberi ilmu atau berfaedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin.
Pendidikan diartikan sebagai ‘tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak’. Maksud
Pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Dari semua gagasan
mengenai pendidikan yang di kemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, garis besar yang
dapat diambil dari pemikiran beliau adalah pendidikan harus di dasarkan pada
asas kemerdekaan. Kemerdekaan disini diartikan bahwasanya siswa harus memiliki
jiwa merdeka secara lahir maupun batin
Pendidikan itu hanya
suatu ‘tuntunan’ di dalam hidup tumbuhnya anak-anak kita. Artinya, bahwa hidup
tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kita sebagai guru.
Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka hidup
dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Kita sebagai guru hanya dapat menuntun
tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu, agar dapat memperbaiki lakunya
(bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya itu.
Seorang guru
diibaratkan sebagai seorang petani. Dimana anak-anak sebagai tanaman padinya. seorang petani yang menanam padi misalnya, hanya dapat
menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman
padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang
mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya. Meskipun pertumbuhan tanaman
pada dapat diperbaiki, tetapi ia tidak dapat mengganti kodrat-iradatnya padi.
Misalnya ia tak akan dapat menjadikan padi yang ditanamnya itu tumbuh sebagai
jagung. Selain itu, ia juga tidak dapat memelihara tanaman padi tersebut
seperti hanya cara memelihara tanaman
kedelai atau tanaman lainnya. Memang
benar, ia dapat memperbaiki keadaan padi yang ditanam, bahkan ia dapat juga
menghasilkan tanaman padi itu lebih besar daripada tanaman yang tidak
dipelihara, tetapi mengganti kodrat padi itu tetap mustahil. Demikianlah
Pendidikan itu, walaupun hanya dapat ‘menuntun’, akan tetapi faedahnya bagi
hidup tumbuhnya anak-anak sangatlah besar.
Mengenai perlu
tidaknya tuntunan dalam kehidupan manusia, sama artinya dengan soal perlu
tidaknya pemeliharaan pada tumbuh-kembangnya tanaman. Misalnya, kalau sebutir
jagung yang baik dasarnya jatuh pada tanah yang baik, banyak air, dan
mendapatkan sinar matahari yang cukup, maka pemeliharaan dari bapak tani tentu
akan menambah baiknya keadaan tanaman. Kalau tidak ada pemeliharaan, sedangkan
keadaan tanahnya tidak baik, atau tempat jatuhnya biji jagung itu tidak
mendapat sinar matahari atau kekurangan air, maka biji jagung itu (walaupun
dasarnya baik), tidak akan dapat tumbuh baik karena pengaruh keadaan.
Sebaliknya kalau sebutir jagung tidak baik dasarnya, akan tetapi ditanam dengan
pemeliharaan yang sebaik-baiknya oleh bapak tani, maka biji itu akan dapat
tumbuh lebih baik daripada biji lainnya yang juga tidak baik dasarnya.
Pendidikan diartikan sebagai ‘tuntunan dalam
hidup tumbuhnya anak-anak’. Maksud Pendidikan yaitu: menuntun segala kodrat
yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Pendidikan yang Memerdekakan
Dari semua gagasan
mengenai pendidikan yang di kemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, garis besar yang
dapat diambil dari pemikiran beliau adalah pendidikan harus di dasarkan pada
asas kemerdekaan. Kemerdekaan disini diartikan bahwasanya siswa harus memiliki
jiwa merdeka secara lahir maupun batin
Pendidikan bukanlah
sebuah proses “Pendiktean”.Hilangnya nilai-nilai pendidikan yang harusnya
menjadikan peserta didik sebagai subjek di dalamnya adalah hasil dari
diskontinuitas pemahaman pendidikan yang telah bergeser dari pendidikan ke
pendiktean. Dimana sekarang peserta didik dipaksa untuk mengikuti sistem yang
ada tanpa menghiraukan apa yang menjadi potensi dari peserta didik tersebut.
Yang terjadi sekarang adalah semua murid di paksa untuk memenuhi standart yang
sama mengenai pemahaman suatu pelajaran, bukan dituntun agar ia menyukai apa
yang ia pelajari.
Merdeka Belajar
merupakan sebuah gebrakan baru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang
dimana memberikan sebuah kebebasan pada pendidik dan peserta didik untuk
menjalakan proses belajar mengajar. Hal ini tidak terlepas dari tujuan Merdeka
Belajar itu sendiri yang coba menciptakan iklim pendidikan yang lebih fleksibel
sebagai upaya meningkatkan potensi yang ada pada diri peserta didik. Sementara
dalam sudut pandang Ki Hajar Dewantara, beliau memandang pendidikan sebagai
sebuah tuntunan yang menuntun anak didik menemukan potensi terbaiknya. Merdeka
Belajar disini sedikit banyak adalah manifestasi rancangan pendidikan yang di
gagas oleh Ki Hajar Dewantara. Karena dalam Merdeka Belajar memuat nilai-nilai
penddikan yang humanis serta mengedepankan peserta didik sebagai subjek utama
dalam pendidikan. Pendidikan itu menuntun peserta didik untuk menemukan potensi
terbaik dalam dirinya. Kemerdekaan dalam belajar dirasa sangat vital dalam
membantu menemukan karakter peserta didik.
Di sekolah prinsip
pendidikan yang diajarkan Ki Hajar Dewantara harus dipelajari dan difahami
kembali. Selama ini filosopi yang tua ini seolah tidak laku dan guru banyak
melupakan. Maka kita harus kembali kepada pemikiran dan filosopi Ki hajar
Dewantara yang selalu memuliakan peserta didik dan menjadikan pembelajaran yang
berpusat kepada peserta didik.
Dalam lingkup
sekolah, praktik memasung peserta didik masih saja terjadi. Peserta didik masih
dianggap sebagai obyek penderita yang tidak memiliki kebebasan. Dianggap
sebagai makhluk yang lemah tidak berdaya dan harus menghamba kepada para guru
dan sekolah. Akibatnya hilang daya kreasi dan kritis peserta didik. Peserta
didik mejadi sosok yang penakut dan tidak berkembang pemikiran, keterampilan
dan cenderung bersikap buruk sebagai pelampiasan dari adanya pemasungan dan
ketidakbebasan tadi.
Guru bersikap egois
dan mementingkan diri sendiri. Tidak memandang perasaan peserta didik. Yang
baik menurut guru diterapkan kepada peserta didik tanpa melakukan diskusi
dengan peserta didik. Sehingga setiap langkah dan kebijakan guru kurang
mendapat respon dari peserta didik. Dengan tidak adanya respon, maka guru
menganggap peserta didik sebagai pribadi yang nakal dan jahat. Pribadi yang
melanggar aturan dan bodoh. Akibatnya hukuman dan cacian mengalir deras kepada
peserta didik. Jelas hal ini tidak akan menambah baik keadaan pendidikan di
sekolah. Yang ada adalah tujuan pendidikan di sekolah tidak akan tercapai. Dan
semua salah peserta didik dan hanya guru yang benar.
Selama ini, metode
pendidikan yang ada di Indonesia adalah pendidik berceramah di depan kelas dan
peserta didik mendengarkan serta mencatat. Siklus yang seperti ini di sadari
atau tidak akan menimbulkan kejenuhan dalam proses belajar mengajar. Belum lagi
sistem pendidikan di Indonesia yang masih tersekat-sekat dengan adanya sistem
ranking dalam hal penilaian.
Selama ini mindset
yang menjadi sebab kesalahan guru menginterpretasikan adalah terselenggaranya
proses belajar mengajar yang terkonstruk bahwasanya keberadaan guru di dalam
kelas adalah untuk mengajar dan murid yang diajar, Guru memahami semua
pelajaran dan murid adalah gelas kosong yang siap di isi oleh pelajaran. Guru
berbicara, murid mendengarkan. Guru memerintah, murid menuruti. Guru memegang
hak penuh untuk menentukan apa yang akan di ajarkan dan murid menyesuaikan
Selama ini
pendidikan di fahami hanya sebatas mengembangkan aspek kognitif dengan minimnya
eksplorasi dari segi keterampilan. Disadari atau tidak, mungkin selama ini hal
utama yang menjadi faktor terbesar dalam tidak tercapainya tujuan pendidikan
nasional adalah mindset bahwa pendidikan hanya dibebankan pada guru dan
sekolah. Seakan-akan wali murid dan juga lingkungan acuh tak acuh terhadap
perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik, ini yang menjadikan
pendidikan terlaksana dengan kurang efektif.
Kaitan Filosofi dan Prinsip Pendidikan Yang
Memerdekakan dengan Profil Pelajar Pancasila
Saya simpulkan bahwasanya Ki Hajar
Dewantara menerjemahkan pendidikan sebagai proses membangun manusia dan
memanusiakan manusia. Semua output dari sebuah system pendidikan harus mampu
bermanfaat bagi manusia lainya. Maka harapan ke depan saya akan menerapkan
filosopi pendidikan dari Ki Hajar Dewantara dengan menjadikan peserta didik
sebagai tanaman yang harus diasuh, diamong, dijaga dan dirawat agar kelak dapat
dipetik hasilnya yang memuaskan sesuai profil pelajar pancasila, terutama
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berakhlak mulia.
Guru dan peserta didik dapat flexibel
melakukan inovasi dalam proses untuk menemukan potensi yang dimiliki peserta
didik Saya ingin berupaya mengembalikan kembali esensi belajar-mengajar yakni
pendidik dan peserta didik sama-sama belajar. Bedanya adalah pendidik belajar
untuk membaca satu per satu potensi yang ada pada peserta didiknya untuk
kemudian menentukan sebuah metode yang tepat dalam menyampaikan pelajaran.
Saya ingin menciptakan suasana di kelas
dan sekolah yang bebas untuk kritis dan kreatif serta bebas untuk berfikir,
berimajinasi sendiri tanpa disetir, guru boleh mengajarkan apapun kepada
peserta didiknya, namun output serta implementasi apa yang dipahami serta di
kritisi oleh peserta didik mutlak menjadi hak mereka. Peserta didik boleh tidak
setuju dengan apa yang di sampaikan oleh gurunya, bukan berarti melawan argumen
gurunya, tetapi pendidikan bukan pendiktean yang mengharuskan peserta didik
selalu setuju apa yang disampaikan dan diajarkan oleh gurunya
Saya ingin menciptakan suasana di kelas
dan sekolah yang bebas untuk kritis dan kreatif serta bebas untuk berfikir,
berimajinasi sendiri tanpa disetir, guru boleh mengajarkan apapun kepada
peserta didiknya, namun output serta implementasi apa yang dipahami serta di
kritisi oleh peserta didik mutlak menjadi hak mereka. Peserta didik boleh tidak
setuju dengan apa yang di sampaikan oleh gurunya, bukan berati melawan argument
gurunya, tetapi pendidikan bukan pendiktean yang mengharuskan peserta didik
selalu setuju apa yang disampaikan dan diajarkan oleh gurunya
Saya berharap menghasilkan peserta didik
yang percaya dengan kebenaran sendiri, yang disebut pintar bukan lagi yang memiliki
daya ingat dan nalar di atas rata-rata, namun takaran pintar setiap individu
berbeda-beda. Karena semua peserta didik punya kepintaran masing-masing. Setiap peserta didik adalah juara dan punya kelebihan. Dan tidak lagi ada hukuman secara fisik maupun moral kepada peserta didik, karena
pendidikan adalah tuntunan maka atas nama dan alasan apapun hukuman sangat
tidak relevan dengan konsep merdeka belajar. Dan yang terakhir adalah setiap
peserta didik punya otoritas atas dirinya sendiri. Ia memiliki hak untuk
berdaulat menjadi dirinya sendiri tanpa di dikte orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar